Jakarta, MPOL -
Pilkada itu adalah pesta demokrasinya rakyat di mana rakyat dengan sukacita mengikutinya demikian anggota DPR RI Herman Khaeron mengatakan dalam Dialektika Demokrasi "Menyongsong
Pilkada Serentak 2024 Dengan Penuh Damai" bersama anggota DPR RI Luluk Nur Hamidah dan pengamat politik Ujang Komrudin, Kamis (19/9) di DPR RI Jakarta.
Baca Juga:
Menurut Herman Khaeron kita sering memaknai bahwa proses pemilu proses
Pilkada itu adalah pesta demokrasinya rakyat di mana rakyat dengan sukacita mengikutinya menyalurkan pilihannya tanpa harus ada tekanan tanpa harus ada ancaman, dan tentu proses Demokrasi sejatinya adalah terbuka atas pilihannya proses demokrasi membebaskan setiap orang untuk memilih dengan sesuai pilihannya itulah proses demokrasi.
Oleh karena itu dalam konteks menuju kepada
Pilkada damai ya tentu kita harus memaknai ini adalah sebagai pestanya rakyat, namun demikian tentu juga kita harus mewaspadai dari sebuah terminologi pestanya rakyat seringkali pestanya rakyat nih pestanya rakyat maka ya para kontestan ya harus membahagiakan rakyat.
Jadi harus dibatasi dan kompleksitas terhadap pelaksanaan Pemilu dan
Pilkada ini harus ada jalan keluar terlalu dekatnya antara Pemilu dan
Pilkada ini membuat berbagai proses juga sangat rumit, kami yang mengetahui dan menjalankan di internal partai betapa bahwa proses antara pelaksanaan Pemilu sebelumnya baik itu Pemilu legislatif maupun Pemilu presiden kemudian pada proses-prosesnya untuk sampai kepada penetapan kita sudah memulai lagi untuk bisa melaksanakan proses-proses menuju kepada
Pilkada betapa begitu rumitnya apalagi bagaimana dengan pelaksana atau penyelenggara Pemilu yaitu KPU dan Bawaslu ini betapa rumitnya.
Oleh karena itu kalau kita mau maknai Pemilu itu damai
Pilkada itu damai menurut saya bukan dalam pemilu beberapa kali pengalaman
Pilkada Kita damai gitu Kita damai damai saja rakyatnya sih damai justru sekarang kita mengirimkan bahwa kedewasaan bagi para kandidat, kedewasaan dalam proses demokrasi bagi seluruh calon-calon siapa lagi di
Pilkada juga persaingan personalnya lebih kental, tutur Herman Khaeron.
Sedangkan Luluk Nur Hamidah, mengatakan mengingat ini adalah hajatan demokrasi yang sangat besar karena kita akan menyelenggarakan
Pilkada serentak di seluruh wilayah Indonesia dengan jumlah yang sangat luar biasa banyak yang baik ataupun pilihan kabupaten Bupati ataupun juga Wali Kota.
Pernah saya menyampaikan di dalam forum yang sama sebenarnya di ruangan ini apa yang harus kita waspadain manakala
Pilkada ini akan hadir, yang pertama jangan sampai kemudian ada perasaan publik ya yang dicederai sehingga Pemilukada ini tidak dapat menghasilkan apa dan menghadirkan prinsip-prinsip demokrasi yang berkeadilan untuk semua kontestan yang ada.
Karena apa di sana ada incomben atau bahkan ada pihak-pihak yang bekerja untuk calon tertentu dengan cara-cara yang tidak patut menurut kaidah dan prinsip-prinsip demokrasi, kita harus melakukan tugas mengawal agar
Pilkada ini benar-benar tidak menjadi semangat dan esensi dari demokrasi yaitu keadilan.
Kemudian juga kejujuran dan memberikan manfaat seluas-luasnya bagi demokrasi kita di masa yang akan datang, Nah oleh karena itu peran media dan juga masyarakat menjadi sangat penting agar jangan sampai terjadi mobilisasi sumber daya misalnya negara yang menggunakan APBN atau bahkan APBD hanya untuk mendukung pasangan paslon tertentu ya karena ini pasti akan menyakiti suara publik masyarakat secara umum, tutur Luluk Nur Hamidah.
Sementara itu Ujang Komarudin, mengatakan ini persoalan kita ini belum tuntas terkait dengan realitas tetapi di saat yang sama regulasinya, konsep produktif antara satu lembaga dengan lembaga yang lainnya menjadi perusahaan catatan saya dari dulu saya punya kajian terkait dengan legalitas demokrasi, sebenarnya kalau kita bicara yang telah di atas itu hanya di atas kertas, misalkan ini cerita saja, kepala dinas itu mengakomodir mengkoordinatory beberapa kecamatan kemudian mereka melakukan menjadi tim pemenangan untuk desa-desa.
Inikan terlarang tapi dilakukan makanya yang namanya kajian disertasi universitas kebetulan saya ilmu politik tertentu politik banyak yang mengkaji itu tetapi itu tidak pernah selesai, persoalan kita bicara reformasi tentara sukses tentara kembali ke barak dwi fungsi ABRI tidak ada tapi muncul dwi fungsi lembaga yang lain.
Lalu yang belum reformasi walaupun selalu reformasi birokrasi itu di sana kan oleh MPR oleh semua kementerian tapi yang terjadi enggak pernah sukses, kenapa karena kita ini catatan saya tidak pernah betul-betul menerapkan metode sistem sistem yang memang berdasarkan tempatnya prestasi atau apa namanya keahlian orang itu ini menjadi produk, sehingga birokrasi itu yang mendukung ketika sudah mendukung Ya sudah yang kalahkan di jabatan yang tinggi dipecat yang menang walaupun tidak punya kemampuan tidak terjadi ini problem yang pertama, tutur Ujang Komarudin.***
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Kata Kunci: