Deli Serdang, MPOL - Per
sidangan kasus dugaan kepemilikan senjata api (
senpi) dengan terdakwa Edi Suranta Gurusinga alias Godol kembali digelar di PN Lubuk Pakam, Deli Serdang, Selasa (25/6/2024).
Baca Juga:
Agenda
sidang kali ini mendengarkan penjelasan
saksi ahli pidana Prof. Dr. Maidin Gultom, S.H., M.Hum.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Simon CP Sitorus itu, Prof. Maidin menyebut penangkapan dan penetapan Godol sebagai tersangka menyalahi prosedur (
error in procedure).
Rektor Unika Santo Thomas ini menyebut sejak terdakwa diamankan, digeledah, disita barang bukti, diperiksa di penyidik dan akhirnya berkas di kirim ke kejaksaan, cenderung menyalahi prosedur.
Selain itu, dalam putusan Mahkamah Agung nomor 1531 K/Pid.Sus/2010 secara formal kepolisian tidak boleh melakukan penangkapan, membawa alat bukti, memeriksa berperkara, menjadi saksi di kepolisian (penyidik), menjadi pelapor dan menjadi saksi di per
sidangan. Itu diduga melanggar prosedur.
"Saya pikir, itu
unprocedure. Misalnya, kepolisian itu melakukan penangkapan, lalu dia juga yang membawa barang bukti, dia juga membuat laporan, dia juga menjadi saksi, itu tidak dibenarkan, karena ada kesan jika penyidik menggunakan polisi sebagai saksi dan pelapor, maka dengan gampang melakukan intervensi atau penekanan, bahkan bisa juga menjadi konspirasi," kata Prof. Maidin di per
sidangan.
"Apalagi,
senpi itu diamankan tidak di badan atau ditubuh atau di tas yang disandang terdakwa dan bahkan terdakwa ini membantah bahwa
senpi itu bukan miliknya. Selanjutnya, ditambah lagi bahwa kepolisian tidak mengambil bukti sidik jari dari laboratorium forensik atau ahli forensik. Itu namanya kriminalisasi," jelasnya.
Kemudian, masih dijelaskan saksi ahli, pihak penyidik juga tidak mengindahkan kesaksian yang meringankan atau membela terdakwa selama dalam proses penyidikan di kepolisian.
"Kalau seseorang dipersangkakan terhadap perbuatan yang tidak dilakukannya, tidak adanya bukti sidik jari, selanjutnya saksi yang meringankan juga tidak diperiksa oleh penyidik, itu namanya
error in procedure," tegasnya.
Kemudian, saksi ahli juga menyebut bahwa dalam perkara tertangkap tangan seharusnya pihak kepolisian melakukan prosedur, yaitu membawa pemilik
senpi dan senjata itu secara bersamaan dan harus dihadirkan saksi dari masyarakat.
"Kalau menurut saya, saksi dan alat bukti harus dilakukan bersama-sama, diserahkan bersama-sama di hadapan penyidik, jangan saksi dulu atau misalnya tersangka dulu diserahkan baru bukti-bukti. Jadi semuanya harus bersama-ama diserahkan kepada penyidik," sebutnya.
Dalam per
sidangan itu juga terungkap bahwa kepolisian telah menetapkan Godol sebagai tersangka kepemilikan
senpi pada 14 Maret 2024. Lalu polisi mengambil keterangan ahli
senpi 18 hari setelah Godol ditetapkan sebagai tersangka.
"Seharusnya, penyidik itu mencari alat bukti dahulu, barulah menetapkan tersangka. Jika menetapkan tersangka terlebih dahulu, lalu mencari alat bukti, jelas itu
unprocedure.Penyidik, jaksa dan pengadilan itu adalah lembaga yang harus saling mengontrol. Jika ada yang
unprocedure, ketiganya harus saling mengontrol," terangnya.
Hakim Simon CP Sitorus dalam per
sidangan itu mengaku bahwa pendapat saksi ahli tidak menjadi acuan untuk memutus perkara.
"Kami (hakim) akan memutus perkara ini berdasarkan keyakinan dan dua alat bukti. Kami sampai saat ini belum memutuskan bahwa terdakwa ini bersalah atau tidak," katanya, sembari menutup per
sidangan. *
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Kata Kunci: